Selasa, 25 November 2008

GOOD GOVERNANCE MENUJU KETAHANAN ENERGI


Oleh: Dwi Ari Fauzi*

Overview minyak di Indonesia
Kesadaran akan terjadinya krisis energi di Indonesia sepertinya baru dirasakan oleh pemerintah dan masyarakat baru-baru ini. Hal ini tidak lepas dari pelayanan publik dalam sektor energi yang semakin tidak menentu. Di tambah lagi permasalahan kebijakan energi di Negara kita yang tidak memiliki visi dan arah. Kita terlalu lama terlena bahwa Indonesia kaya akan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan dengan harga murah.
Harapan itu sekarang seperti sebuah mimpi. Indonesia yang kaya akan minyak pada era 80-an, sekarang kenyataannya selalu saja tergantung kepada harga minyak dunia. Pertanyaannya adalah mengapa bisa demikian? Bila kita tinjau data dari OPEC pada tahun 2005, Indonesia masuk urutan 23 penghasil minyak dengan cadangan sebesar 4,6 milyar barrel dengan produksi perhari 1.061.000 barrel. Maka bila dikalkulasi kita masih memiliki 10 tahun kedepan sejak 2005 untuk mengkonsumsi minyak sendiri. Artinya pada tahun 2015 kita akan kehabisan minyak. Dan menjadi Negara importer. Padahal pada tahun yang sama kita mengkonsumsi minyak 1.084.000 barrel per hari, lebih tinggi dari produksi minyak bumi kita. Sehingga asumsinya tidak sampai tahun 2015 kita akan kehabisan minyak. Lalu, bagaimana solusinya?

Sumber:ESDM

Energi alternatif dan energi yang dapat diperbarui (renewable energy) merupakan solusi untuk diversifikasi energi selain dari mencari ladang cadangan minyak yang baru. Namun permasalahannya timbul terkait dengan penggunaan teknologi dan nilai keekonomiannya dan ujung-ujungnnya terkait dengan pendanaan dalam pengembangannya. Isu-isu tentang perubahan iklim dan pemanasan global turut menyertai dalam eksplorasi energi. Eksplorasi diharapkan dapat berpihak pada keseimbangan ekosistem dan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan.
Di sisi yang lain harga energi terutama minyak sangat ditentukan oleh demand dan supply yang ada. Permintaan yang tinggi turut membawa harga minyak dunia mencapai titik tertinggi yaitu sekitar $147 per barel pada Mei 2008. Hal ini dipicu karena permintaan sektor industri yang sangat tinggi terutama pada industri di China. Namun fenomena krisis ekonomi global di US akibat kredit macet di sektor properti (subprime mortgage) membuat minyak terjun bebas hingga mencapai $49 per barel. Tentunya fluktuasi harga ini mempengaruhi kondisi perekonomian di negara kita


Good Governance pada Sektor Energi
Permasalahan-permasalahan baik dari sektor hulu maupun hilir harus dicari jalan keluarnya. Salah satunya adalah konsep pembangunan energi yang berkelanjutan dan memperkokoh ketahanan energi dalam negeri. Konsep pembangunan berkelanjutan dengan pendekatan kemitraan yang meliputi semua pelaku pembangunan energi dan sumberdaya mineral hanya dapat dilaksanakan apabila dapat diciptakan terwujudnya ‘good governance’. Governance dapat tercipta apabila terjalin sinergi diantara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat dalam pengelolaan sumber-sumber alam, sosial, lingkungan dan ekonomi. Kebijakan energi harus menyentuh prinsip-prinsip utama good governance, yaitu transparansi, akuntabilitas dan partisipasi publik.
Kekayaan alam sebagai aset publik harus dikelola oleh pemerintah melalui cara yang transparan, efektif dan efisien, serta mampu menjawab rasa keadilan. Keterlibatan masyarakat di setiap jenjang dalam proses pengambilan keputusan terutama menyangkut alokasi sumber daya dan dalam mendefinisikan dampak-dampak pada kelompok masyarakat yang lebih peka, merupakan salah satu faktor yang menentukan keberadaan good governance. Sehingga tercipta sistem yang padu dan saling mendukung dalam kebijakan pada bidang energi
Masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan sumber daya alam akan menjadi semacam aktivitas pendukung pengelolaan (co-management) yang terdiri atas suara rakyat dan disertai tindakan-tindakan responsif pemerintah. Hal yang sama berlaku pada aspek pemberdayaan hukum. Yang dibutuhkan adalah peraturan dan kebijakan, dan sistem peradilan yang independen, otoritatif dan profesional. Hukum atau peraturan yang jelas dan tidak debatable menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi. Peraturan yang tidak sinergis antara pemerintah pusat dan daerah membuat ketidakpastian makin melebar bagi dunia investasi. Sebagai contoh UU No. 41 tahun 1999 sempat memancing ricuh antara kalangan usaha pertambangan dengan pemerhati lingkungan. UU yang membatasi penambangan di hutan lindung tersebut dianggap kurang tegas diimplementasikan. Sejumlah perusahaan tambang tetap beroperasi di hutan lindung dengan alasan sudah menandatangani kontrak kerja jauh sebelum UU tersebut ditetapkan.

Peran Good Governance
Peran good governance dalam pemanfaatan dan pemberdayaan energi dalam rangka ketahanan energi, diantaranya melalui Kebijakan Energi Nasional. UU No 30/2007 tentang energi berisi tiga pokok pembahasan yaitu Konservasi Energi, Diversifikasi Energi dan Pricing Policy. Dalam hal konservasi energi, setiap orang diharuskan mempunyai tanggungjawab yang sama, manajemen energi yang baik,dan kebijakan incentive bagi produsen dan pengguna yang melakukan penghematan dan tentu saja disincentive bagi produsen dan pengguna yang tidak melakukannya. Dari segi diversifikasi energi, pemerintah harus terus berupaya untuk meningkatkan penyediaan dan penggunaan energi baru dan energi terbarukan. Lalu dari segi energy pricing diharapkan energi dapat disesuaikan dengan harga keekonomiannya, namun pemerintah akan tetap memberikan subsidi kepada masyarakat yang tidak mampu. Dari tiga pokok kebijakan tersebut maka perlu diperhatikan beberapa pertimbangan sebagai berikut
a. efisiensi ekonomi, yaitu degan memenuhi kebutuhan energi dalam negeri dengan harga serendah rendahnya dan memelihara cadangan minyak untuk keperluan ekspor, khususnya dengan mendorong pasar domestik untuk mensubstitusikan konsumsinya dengan alternatif bahan bakar lain yang persediaannya lebih melimpah (gas dan batubara) atau sumber energi yang nontradable seperti tenaga air (hydropower) dan panas bumi (geothermal).
b. mobilisasi dana, yaitu dengan memaksimumkan pendapatan ekspor dan pendapatan anggaran pemerintah dari ekspor sumber energi yang tradable seperti migas, dan batubara dan memungkinkan produsen dari sumber energi untuk menutupi biaya ekonominya dan memperoleh sumber dana untuk membiayai pertumbuhan dan pembangunan. Namun perlu diperhatikan bahwa ekspor yang dilakukan merupakan kelebihan dari pemenuhan kebutuhan dalam negeri
c. sosial (pemerataan), berupaya untuk mendorong pemerataan melalui perluasan akses bagi kebutuhan pokok yang bergantung pada energi seperti penerangan, memasak dan transportasi umum. Sehingga dampaknya akan langsung dirasakan oleh masyarakat
d. kelestarian lingkungan : mendorong agar pencemaran lingkungan seminum mungkin sebagai dampak pembakaran sumber sumber energi. Dengan demikian dapat mengurangi efek pemanasan global.

*Penulis adalah Direktur Eksekutif POLIGG

Referensi:
www.esdm.go.id, Indonesia Energy Outlook 2006-2025
Detik.com: Kebijakan Energi Belum Sentuh Prinsip Utama Good Governance

Tidak ada komentar: