Rabu, 03 Desember 2008

NOTARIS DAN PEMERIKSAAN SIDANG PENGADILAN


Oleh : Noviyanti Absyari*

Pasca disahkannya UU Jabatan Notaris yakni UU Nomor 30 Tahun 2004 (UUJN), notaris memasuki era baru. Lahirnya UU Jabatan Notaris mengakhiri hampir 2 abad berlakunya Peraturan Jabatan Notaris. Lahirnya UUJN merupakan terobosan baru untuk memastikan bahwa fungsi notaris sebagai pejabat umum dapat terlaksana dengan baik.
Notaris adalah Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Jabatan Notaris. Tugas Notaris, selain membuat akte-akte otentik, juga ditugaskan untuk melakukan pendaftaran dan mensyahkan (waarmerken dan legaliseren) surat-surat atau akta-akta yang dibuat di bawah tangan. Selain itu, Notaris juga memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai undang-undang kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
Dalam menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya sebagai pejabat umum, tidak jarang notaris berurusan dengan proses hukum, baik di tahap penyelidikan, penyidikan maupun persidangan. Pada proses hukum ini notaris harus memberikan keterangan dan kesaksian menyangkut isi akta yang dibuatnya. Jika dilihat sekilas, hal ini akan bertentangan dengan sumpah jabatan notaris, dimana notaris berkewajiban untuk merahasiakan isi akta yang dibuatnya.
Pada prinsipnya, akta yang dibuat oleh Notaris, mempunyai kepastian isi, kepastian tanggal dan kepastian orangnya. Akta tersebut merupakan suatu bukti yang mengikat dan sempurna, harus dipercaya oleh Hakim, yaitu harus dianggap sebagai benar (selama kebenarannya tidak dibuktikan lain) dan tidak memerlukan tambahan pembuktian. Pada proses hukum yang terjadi perlu dilihat sejauh mana kekuatan pembuktian ini dilaksanakan.
Dalam persidangan, hakim sangat memerlukan adanya alat-alat bukti untuk dapat mencapai suatu putusan dan penyelesaian perkara secara pasti menurut hukum berdasarkan pembuktian yang diajukan. Dengan pembuktian, diharapkan dapat dicapai kebenaran menurut hukum serta dapat menjamin perlindungan terhadap hak-hak para pihak yang berperkara, secara seimbang.
Notaris berkewajiban untuk merahasiakan isi aktanya, bahkan Notaris wajib merahasiakan semua keterangan mulai dari persiapan pembuatan akta hingga selesainya pembuatan suatu akta. Jabatan-jabatan lain yang harus juga merahasiakan yang berhubungan dengan pekerjaannya selain Notaris, antara lain yaitu Dokter. Mereka apabila dijadikan saksi dalam perkara, dapat menggunakan haknya untuk mengundurkan diri sebagai saksi.
Hak ingkar, atau juga disebut hak tolak, atau hak untuk minta dibebaskan menjadi saksi, ada pada beberapa jabatan, yang oleh undang-undang diberikan. Hak ingkar adalah merupakan konsekuensi dari adanya kewajiban merahasiakan sesuatu yang diketahuinya
Sumpah jabatan Notaris dalam Pasal 4 dan kewajiban Notaris dalam Pasal 16 ayat (1) huruf (e) Undang-undang No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, mewajibkan Notaris untuk tidak bicara, sekalipun di muka pengadilan, artinya tidak dibolehkan untuk memberikan kesaksian mengenai apa yang dimuat dalam aktanya. Notaris tidak hanya berhak untuk bicara, akan tetapi mempunyai kewajiban untuk tidak bicara. Kewajiban ini mengenyampingkan kewajiban umum untuk memberikan kesaksian yang dimaksud dalam Pasal 1909 ayat (1) KUHPerdata.
Hak ingkar Notaris bukan hanya merupakan hak saja, tetapi juga merupakan kewajiban karena apabila dilanggar, akan terkena sanksi menurut Undang-undang. Notaris dalam menjalankan jabatannya, yang perlu dirahasiakan bukan hanya apa yang tercantum dan tertuang dalam akta yang dibuat di hadapannya, akan tetapi juga apa yang diketahui dan diberitahukan dalam rangka pembuatan akta. Sanksi tersebut sebagaimana Pasal 322 ayat (1) KUHPidana.
Oleh karena itu untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya hal-hal seperti ini, maka ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh Notaris yakni sebagai berikut. Pertama, notaris perlu memastikan bahwa para penghadap yang menghadap notaris memiliki kewenangan untuk menghadap. Pemeriksaan identitas perlu dilaksanakan agar tidak terdapat cacat dari akta yang dibuat oleh notaris. Sah atau tidaknya identitas akan berpengaruh terhadap isi akta yang dibuat.
Langkah kedua, Notaris perlu memperhatikan tatacara pembuatan akta secara benar sebagaimana diamanatkan dalam UUJN. Prosedur pembuatan akta yang benar akan menjadikan Notaris dapat berargumen bahwa akta yang dibuatnya tersebut merupakan akta otentik yang merupakan bukti sempurna dipersidangan.
Langkah ketiga, jika ternyata akta yang dibuat Notaris bermasalah dan harus melalui proses hukum, sebagai warga negara yang baik Notaris harus wajib memberikan keterangan dalam proses hukum tersebut. Namun demikian Notaris yang mempunyai hak ingkar sebagaimana telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan. Notaris berkewajiban mempergunakan hak ingkarnya, karena hal tersebut telah diatur dalam Undang-undang.
Pada akhirnya diharapkan dengan mengetahui hak yang dimilikinya, akan menjadikan Notaris semakin berhati-hati dalam proses pembuatan akta, agar proses hukum yang akan dijalankan notaris dapat memimalisir dan kualitas Notaris Indonesia semakin lama semakin bertambah baik. Semoga.


Penulis adalah Alumnus Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Selasa, 25 November 2008

MOMENTUM KURBAN DALAM IMPLEMENTASI GCG RASULLAH


Oleh : Mohamad Fajri M.P*

Perkembangan good corporate governance (GCG) didunia semakin lama semakin menunjukkan perkembangan menggembirakan. Konsep GCG yang menghendaki perbaikan seluruh sistem dan struktur perusahaan telah menjadi satu nilai yang diterima bersama dalam komunitas bisnis.
Pada prinsipnya, implementasi GCG relevan dan sejalan dengan nilai-nilai Islam. Islam menghendaki agar setiap aspek kehidupan diatur dengan sistem dan struktur yang memenuhi best practices yang digariskan oleh Allah Swt. Oleh karena itulah dua konsep ideal ini harus berjalan seiring. GCG menjadi bagian integral dari konsep Islam yang utuh dan menyeluruh.
Namun demikian, tetap saja terdapat resistensi ketika konsep GCG akan disandingkan dengan konsep Islam. Paradigma negatif yang menyebutkan bahwa GCG adalah konsep asing yang tidak cocok dengan nilai-nilai Islam menjadi kendala bagi GCG untuk diterima secara luas dalam lingkup masyarakat Islam. Paradigma yang berkembang adalah paradigma pemisahan tegas antara Islam dan GCG, sebagaimana perkembangan sekulerisasi yang semakin marak. Padahal, dengan mengimplementasikan GCG, maka sesungguhnya umat Islam telah meneladani Rasulullah.

Implementasi GCG Rasulullah
Pada hakekatnya, konsep GCG yang diimplementasikan oleh Rasulullah telah ikut membantu dalam perkembangan Islam. Salah satu bukti bahwa konsep GCG bukanlah konsep asing adalah praktik yang dicontohkan oleh Rasulullah. Sebagaimana diketahui bersama, Rasulullah adalah seorang pedagang handal yang terkenal akan kejujurannya. Salah satu bukti kuat adalah bagaimana Rasul menerapkan prinsip-prinsip Sidiq, Amanah, Tabligh dan Fathanah dalam mengurus barang dagangan yang dipercayakan padanya. Prinsip ini sejalan dengan prinsip-prinsip utama GCG yakni Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas, dan Fairness.
Akuntabilitas pengelolaan barang dagangan yang dipercayakan oleh Khadijah pada Rasulullah telah menjadi kekuatan utama yang menyebabkan terjual habisnya barang dagangan tersebut. Transparansi Rasul dalam menjelaskan tingkat harga dan margin keuntungan menjadikan Rasul semakin dihargai, disegani dan diterima secara luas oleh para pembeli. Prinsip Responsibilitas dilakukan Rasul dengan mematuhi ketentuan dan aturan perdagangan yang dilakukan secara umum pada saat itu. Sementara prinsip Fairness dilaksanakan Rasulllah dengan menjamin terpenuhinya hak-hak pembeli (stakeholders).
Jika diamati secara seksama, ada beberapa hikmah yang dapat dipetik dari implementasi GCG oleh Rasulullah tersebut. Pertama, Rasul menerapkan GCG karena GCG merupakan kebutuhan utama dalam proses bisnis. Sebagai seorang pedagang, Rasullah telah secara brilian menyadari bahwa kepercayaan adalah modal utama. Oleh karena itulah Rasul menerapkan strategi handal untuk meraih kepercayaan pembeli.
Pada saat inilah Rasul telah menyentuh kalbu dan meraih simpati yang pada akhirnya menciptakan pembeli setia yang semakin menambah value kafilah dagang Rasulullah. Dalam aplikasi kehidupan bisnis saat ini, implementasi GCG diharapkan meraih kepercayaan stakeholders sehingga kegiatan operasional bisnis dapat terus terjaga dan dapat memaksimalkan nilai perusahaan.
Kedua, Rasulullah mengimplementasikan GCG tidak saja terhadap pihak eksternal, melainkan juga menerapkannya terhadap pihak internal kafilah dagangnya sendiri. Rasulullah telah menjadi teladan dan penyemangat bagi para personil dalam kafilahnya untuk turut serta mengimplementasikan GCG dengan mengedepankan prinsip-prinsip Sidiq, Amanah, Fathanah dan Tabligh tadi. Dalam konsep Total Performance Scorecard, Rasulullah telah berhasil menerapkan integritas pribadi sebagai bentuk tauladan terbaik. Seluruh personil dalam kafilah dagang telah secara efektif menerapkan kebijakan GCG dengan kesadaran penuh, karena menyadari bahwa implementasi ini akan turut membawa kesejahteraan bagi mereka. Tidak hanya bawahan saja yang bersimpati pada Rasulullah, Khadijah sebagai pemilik barang pun terkesan akan kinerja Rasul dan bersimpati kepadanya.
Dalam konteks saat ini, implementasi GCG diharapkan dilaksanakan dengan kesadaran penuh oleh pihak-pihak internal perusahaan karena penerapannya akan membawa kesejahteraan bagi semua pihak, tidak saja bagi karyawan, melainkan juga pemegang saham. GCG akan menjadi salah satu penunjang keberhasilan kinerja pemimpin. Oleh karena itulah, suri tauladan dari pemimpin, dalam hal ini Direksi dan Dewan Komisaris haruslah dikedepankan. Bayangkan yang terjadi seandainya Rasul tidak mencontohkan penerapan GCG, maka tentunya para personil kafilah dagangnya tidak akan mengaplikasikannya, ataupun mengaplikasikannya dengan setengah hati. Jika hal ini terjadi maka alih-alih meraih keuntungan, yang didapatkan kemudian adalah kerugian di depan mata dan merosotnya kinerja perusahaan.

Momentum Implementasi GCG
Dalam perkembangan selanjutnya, ketika Rasulullah membentuk pemerintahan madani di Madinah, konsep GCG tetap diterapkan sebagai bagian dari good governance di bidang ekonomi. Rasul sebagai ‘ulil amri berdasarkan perintah Allah Swt tetap menghendaki agar proses bisnis yang dijalankan oleh masyarakatnya senantiasa berlandaskan pada prinsip-prinsip GCG. Rasulullah telah menciptakan iklim kondusif penerapan GCG, salah satunya dengan memastikan bahwa proses bisnis terjaga dengan baik. Regulasi Al-Qur’an telah memastikan terpenuhinya hak-hak stakeholders, larangan mengambil sesuatu yang bukan haknya dan memperlakukan manusia dalam konteks hablum-minannaas dengan sebaik-baiknya.
Momentum Idul Adha tahun ini merupakan saat tepat untuk mencontoh keberhasilan implementasi GCG Rasulullah. Kesadaran akan hakikat implementasi GCG senantiasa harus terus menerus diupayakan melalui sosialisasi dan internalisasi secara efektif. Selamatkan Indonesia dari krisis dengan mengimplementasikan GCG!


*Penulis adalah Coordinator Good Governance POLIGG

GOOD GOVERNANCE MENUJU KETAHANAN ENERGI


Oleh: Dwi Ari Fauzi*

Overview minyak di Indonesia
Kesadaran akan terjadinya krisis energi di Indonesia sepertinya baru dirasakan oleh pemerintah dan masyarakat baru-baru ini. Hal ini tidak lepas dari pelayanan publik dalam sektor energi yang semakin tidak menentu. Di tambah lagi permasalahan kebijakan energi di Negara kita yang tidak memiliki visi dan arah. Kita terlalu lama terlena bahwa Indonesia kaya akan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan dengan harga murah.
Harapan itu sekarang seperti sebuah mimpi. Indonesia yang kaya akan minyak pada era 80-an, sekarang kenyataannya selalu saja tergantung kepada harga minyak dunia. Pertanyaannya adalah mengapa bisa demikian? Bila kita tinjau data dari OPEC pada tahun 2005, Indonesia masuk urutan 23 penghasil minyak dengan cadangan sebesar 4,6 milyar barrel dengan produksi perhari 1.061.000 barrel. Maka bila dikalkulasi kita masih memiliki 10 tahun kedepan sejak 2005 untuk mengkonsumsi minyak sendiri. Artinya pada tahun 2015 kita akan kehabisan minyak. Dan menjadi Negara importer. Padahal pada tahun yang sama kita mengkonsumsi minyak 1.084.000 barrel per hari, lebih tinggi dari produksi minyak bumi kita. Sehingga asumsinya tidak sampai tahun 2015 kita akan kehabisan minyak. Lalu, bagaimana solusinya?

Sumber:ESDM

Energi alternatif dan energi yang dapat diperbarui (renewable energy) merupakan solusi untuk diversifikasi energi selain dari mencari ladang cadangan minyak yang baru. Namun permasalahannya timbul terkait dengan penggunaan teknologi dan nilai keekonomiannya dan ujung-ujungnnya terkait dengan pendanaan dalam pengembangannya. Isu-isu tentang perubahan iklim dan pemanasan global turut menyertai dalam eksplorasi energi. Eksplorasi diharapkan dapat berpihak pada keseimbangan ekosistem dan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan.
Di sisi yang lain harga energi terutama minyak sangat ditentukan oleh demand dan supply yang ada. Permintaan yang tinggi turut membawa harga minyak dunia mencapai titik tertinggi yaitu sekitar $147 per barel pada Mei 2008. Hal ini dipicu karena permintaan sektor industri yang sangat tinggi terutama pada industri di China. Namun fenomena krisis ekonomi global di US akibat kredit macet di sektor properti (subprime mortgage) membuat minyak terjun bebas hingga mencapai $49 per barel. Tentunya fluktuasi harga ini mempengaruhi kondisi perekonomian di negara kita


Good Governance pada Sektor Energi
Permasalahan-permasalahan baik dari sektor hulu maupun hilir harus dicari jalan keluarnya. Salah satunya adalah konsep pembangunan energi yang berkelanjutan dan memperkokoh ketahanan energi dalam negeri. Konsep pembangunan berkelanjutan dengan pendekatan kemitraan yang meliputi semua pelaku pembangunan energi dan sumberdaya mineral hanya dapat dilaksanakan apabila dapat diciptakan terwujudnya ‘good governance’. Governance dapat tercipta apabila terjalin sinergi diantara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat dalam pengelolaan sumber-sumber alam, sosial, lingkungan dan ekonomi. Kebijakan energi harus menyentuh prinsip-prinsip utama good governance, yaitu transparansi, akuntabilitas dan partisipasi publik.
Kekayaan alam sebagai aset publik harus dikelola oleh pemerintah melalui cara yang transparan, efektif dan efisien, serta mampu menjawab rasa keadilan. Keterlibatan masyarakat di setiap jenjang dalam proses pengambilan keputusan terutama menyangkut alokasi sumber daya dan dalam mendefinisikan dampak-dampak pada kelompok masyarakat yang lebih peka, merupakan salah satu faktor yang menentukan keberadaan good governance. Sehingga tercipta sistem yang padu dan saling mendukung dalam kebijakan pada bidang energi
Masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan sumber daya alam akan menjadi semacam aktivitas pendukung pengelolaan (co-management) yang terdiri atas suara rakyat dan disertai tindakan-tindakan responsif pemerintah. Hal yang sama berlaku pada aspek pemberdayaan hukum. Yang dibutuhkan adalah peraturan dan kebijakan, dan sistem peradilan yang independen, otoritatif dan profesional. Hukum atau peraturan yang jelas dan tidak debatable menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi. Peraturan yang tidak sinergis antara pemerintah pusat dan daerah membuat ketidakpastian makin melebar bagi dunia investasi. Sebagai contoh UU No. 41 tahun 1999 sempat memancing ricuh antara kalangan usaha pertambangan dengan pemerhati lingkungan. UU yang membatasi penambangan di hutan lindung tersebut dianggap kurang tegas diimplementasikan. Sejumlah perusahaan tambang tetap beroperasi di hutan lindung dengan alasan sudah menandatangani kontrak kerja jauh sebelum UU tersebut ditetapkan.

Peran Good Governance
Peran good governance dalam pemanfaatan dan pemberdayaan energi dalam rangka ketahanan energi, diantaranya melalui Kebijakan Energi Nasional. UU No 30/2007 tentang energi berisi tiga pokok pembahasan yaitu Konservasi Energi, Diversifikasi Energi dan Pricing Policy. Dalam hal konservasi energi, setiap orang diharuskan mempunyai tanggungjawab yang sama, manajemen energi yang baik,dan kebijakan incentive bagi produsen dan pengguna yang melakukan penghematan dan tentu saja disincentive bagi produsen dan pengguna yang tidak melakukannya. Dari segi diversifikasi energi, pemerintah harus terus berupaya untuk meningkatkan penyediaan dan penggunaan energi baru dan energi terbarukan. Lalu dari segi energy pricing diharapkan energi dapat disesuaikan dengan harga keekonomiannya, namun pemerintah akan tetap memberikan subsidi kepada masyarakat yang tidak mampu. Dari tiga pokok kebijakan tersebut maka perlu diperhatikan beberapa pertimbangan sebagai berikut
a. efisiensi ekonomi, yaitu degan memenuhi kebutuhan energi dalam negeri dengan harga serendah rendahnya dan memelihara cadangan minyak untuk keperluan ekspor, khususnya dengan mendorong pasar domestik untuk mensubstitusikan konsumsinya dengan alternatif bahan bakar lain yang persediaannya lebih melimpah (gas dan batubara) atau sumber energi yang nontradable seperti tenaga air (hydropower) dan panas bumi (geothermal).
b. mobilisasi dana, yaitu dengan memaksimumkan pendapatan ekspor dan pendapatan anggaran pemerintah dari ekspor sumber energi yang tradable seperti migas, dan batubara dan memungkinkan produsen dari sumber energi untuk menutupi biaya ekonominya dan memperoleh sumber dana untuk membiayai pertumbuhan dan pembangunan. Namun perlu diperhatikan bahwa ekspor yang dilakukan merupakan kelebihan dari pemenuhan kebutuhan dalam negeri
c. sosial (pemerataan), berupaya untuk mendorong pemerataan melalui perluasan akses bagi kebutuhan pokok yang bergantung pada energi seperti penerangan, memasak dan transportasi umum. Sehingga dampaknya akan langsung dirasakan oleh masyarakat
d. kelestarian lingkungan : mendorong agar pencemaran lingkungan seminum mungkin sebagai dampak pembakaran sumber sumber energi. Dengan demikian dapat mengurangi efek pemanasan global.

*Penulis adalah Direktur Eksekutif POLIGG

Referensi:
www.esdm.go.id, Indonesia Energy Outlook 2006-2025
Detik.com: Kebijakan Energi Belum Sentuh Prinsip Utama Good Governance

Senin, 24 November 2008

FRAUD IS HIDDEN



Sumber: Khairiansyah Salman (Materi Audit Investigatif)


Kesadaran akan pentingnya hukum perlu ditegakkan..Jadikan hukum sebagai panglima, bukan sebagai alat politik. Hukum yang benar-benar bersalah tanpa memandang kedudukan orang tersebut..Semoga Indonesia dapat mewujudkan civil society yang senantiasa berlandaskan hukum..Semoga.

GCG SEBAGAI SOLUSI ALTERNATIF KRISIS



Oleh: Mohamad Fajri M.P*

Makin memburuknya krisis perekonomian global berimbas pada kekhawatiran terulangnya krisis ekonomi parah tahun 1997. Seakan sudah menjadi siklus 10 tahunan, krisis terus menerus terjadi di tengah makin pesatnya pertumbuhan perekonomian berbagai negara. Krisis yang diawali dari Amerika menunjukkan makin runtuhnya ekonomi kapitalis yang sangat rentan terhadap berbagai fraud dan kecurangan yang dilakukan individu-individu pelakunya. Mengutip pendapat Amien Rais, ekonomi kapitalis diruntuhkan dengan kebijakan campur tangan Pemerintah Amerika yang memberikan suntikan kepada perusahaan-perusahaan bermasalah.
Terlepas dari soal ekonomi kapitalis yang semakin jatuh, suatu pola yang sama adalah tidak digunakannya instrumen Good Corporate Governance (GCG) sebagai langkah antisipasi krisis. GCG adalah suatu praktik pengelolaan perusahaan dengan mempertimbangkan keseimbangan pemenuhan kepentingan seluruh stakeholders. Apabila diimplementasikan secara efektif, GCG diharapkan akan dapat menjamin kepentingan stakeholder sehingga tidak ada kepentingannya yang terabaikan. Hal tersebut merupakan praktik yang sangat diharapkan oleh stakeholders perusahaan. Pada dasarnya GCG berlandaskan pada prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab sebagai good corporate citizen, fairness bagi seluruh stakeholders dan kemandirian.
GCG memang sempat didengung-dengungkan sebagai solusi terbaik mengatasi krisis pada saat krisis tahun 1997 lalu, namun sampai saat ini GCG masih terpuruk dan belum dijalankan secara paripurna. Pertanyaan besar sekarang adalah, apakah GCG masih dapat dianggap sebagai dewa penyelamat mengatasi krisis? Bagaimana sesungguhnya konsep GCG yang paripurna itu?

GCG Sebagai Alat Bukan Tujuan
Jawaban pertanyaan pertama adalah ya. GCG masih dapat dianggap sebagai dewa penyelamat dengan persyaratan tertentu. Syarat pertama adalah implementasi GCG dijalankan dengan sungguh-sungguh, penuh komitmen dan tanpa pandang bulu. Kata kuncinya adalah komitmen dan keteladanan. Tanpa syarat pertama, sebagus apapun GCG yang dibentuk maka tidak akan berjalan maksimal. Seringkali ditemui perusahaan mengatakan telah menerapkan GCG, akan tetapi praktik didalamnya masihlah praktik manajemen tradisional yang ketinggalan zaman. GCG hanya menjadi lips service dan pemanis tampilan perusahaan demi meraih citra positif. Hal ini akan sangat sulit kedepannya, karena masyarakat saat ini sudah tidak mau dibodohi lagi. Perusahaan yang masih menjalankan GCG dengan setengah hati dapat dipastikan lama-lama akan hancur.
Syarat kedua adalah perubahan paradigma terhadap GCG. GCG perlu dianggap sebagai alat untuk mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Perusahaan tidak perlu dicap sebagai yang terbaik pelaksanaan GCG-nya, melainkan yang lebih penting terciptanya bisnis yang beretika disertai pertumbuhan perusahaan yang maksimal. Suatu pilihan sulit ketika perusahaan dan stakeholders sama-sama terjebak pada pelaksanaan GCG Award yang memenangkan suatu perusahaan, namun isi didalamnya tetap tidak ada perbaikan.
Syarat ketiga adalah dukungan regulasi yang ramah terhadap GCG. Regulasi menjadi penting karena ingin diciptakan gerakan GCG secara nasional. Selama ini GCG dijalankan secara sukarela, dan kalaupun diwajibkan, hanya diwajibkan pada sektor-sektor tertentu saja seperti BUMN, perbankan, asuransi dan bursa. Menjadikan GCG sebagai gerakan nasional sebenarnya dapat dilakukan dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki KNKG. KNKG dapat bergerak lebih proaktif dengan mengkampanyekan pelaksanaan GCG kepada setiap perusahaan yang berdiri di Indonesia. Jika hal ini dijalankan maka setiap perusahaan akan menjalankan bisnis dengan beretika dan menjadi perusahaan yang tangguh dan kokoh dalam menghadapi berbagai situasi yang kurang kondusif.
Syarat keempat adalah perlunya diberikan insentif. Pemerintah perlu memberikan insentif kepada perusahaan-perusahaan yang telah mengimplementasikan GCG secara paripurna. Insentif dapat diberikan berupa keringanan pajak, kemudahan izin maupun bidang lain yang dapat menguntungkan perusahaan. Selama ini perusahaan-perusahaan yang berkomitmen menerapkan GCG harus berhadapan dengan kondisi dunia luar bak hutan rimba, dimana bisnis dilakukan dengan menghalalkan berbagai cara. Akibatnya timbul keluhan karena telah berusaha melaksanakan GCG namun dunia luar, baik dari perusahaan lain maupun jajaran pemerintahan tidak melaksanakan hal yang sama. Jika hal ini terus menerus dibiarkan, dapat menimbulkan demotivasi bagi perusahaan dalam melaksanakan GCG. Jika terus menerus dibiarkan dapat membahayakan kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri.
Syarat kelima adalah penerapan GCG yang berbasis sistem reward & punishment. Reward & punishment menjadi kata kunci bagi penerapan GCG secara paripurna. GCG tidak menghendaki adanya celah dan toleransi terhadap penyimpangan yang secara jelas dilakukan dan melanggar implementasi GCG. Toleransi terhadap praktik ini akan menyebabkan perusahaan kehilangan kepercayaan stakeholders apabila stakeholders mengetahui bahwa perusahaan tidak sebagus seperti yang dicitrakan. Integritas pun juga menjadi kata kunci yang senantiasa dikedepankan setiap perusahaan.

Solusi Krisis
GCG apabila diterapkan secara serius dapat menjadi solusi krisis di Indonesia. Dengan pemenuhan lima syarat diatas akan menjadikan korporasi Indonesia makin kokoh dan menyiapkan langkah antisipatif terhadap krisis. GCG menjadi tools yang paling efektif untuk mengantisipasi dan menyelesaikan krisis. Untuk itulah, dalam mengimplementasikan GCG, maka perusahaan, pemerintah harus membuat komitmen bersama dan inisiatif dari dalam tidak saja dari jajaran top management, melainkan juga meliputi seluruh unsur dalam perusahaan tersebut. Sosialisasi dan internalisasi penerapan GCG haruslah dijadikan sebagai bagian yang memperkuat dan meningkatkan praktik implementasi GCG menjadi lebih baik sehingga meningkatkan pula kepercayaan masyarakat pada perusahaan. Pada akhirnya, dengan menerapkan GCG, diharapkan perusahaan akan semakin memperkuat posisinya dalam menghadapi perkembangan persaingan global, semakin menambah serta menguatkan nilai perusahaan serta menghadapi krisis dengan penuh percaya diri. Semoga saja.


*Penulis adalah Coordinator Good Governance POLIGG

Sabtu, 22 November 2008

Indikator Korupsi


Waspada Bahaya Laten Korupsi
Pahamilah indikator-indikator korupsi berikut ini. Ingatlah korupsi hanya akan membawa masalah dan bencana...

SERIAL WORKSHOP:
CORPORATE STRATEGY IN HANDLING FRAUD

Menara KADIN Indonesia Lantai 29
Jl. HR Rasuna Said Kav. 2-3 Kuningan Jakarta

Kamis, 4 Desember 2008
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Latar Belakang
*******************************
Pengelolaan perusahaan yang profesional haruslah memiliki struktur dan sistem yang kuat. Berbagai cara telah diterapkan, salah satunya dengan mengimplementasikan Good Corporate Governance. Namun demikian, kita sering jumpai bahwa perusahaan yang telah memiliki sistem dan struktur yang kuat pun masih membuka peluang terjadinya praktik-praktik bad corporate governance, salah satunya dengan terjadinya fraud.

Fraud yang terjadi di perusahaan sangatlah memberatkan dan mengancam keberlangsungan hidup perusahaan. Perusahaan dengan tingkat fraud tinggi menyebabkan terjadinya inefisiensi, mark-up, kondisi kerja tidak dinamis dan saling mencurigai satu sama lain. Dengan demikian fraud haruslah menjadi “musuh bersama” yang harus diberantas semaksimal mungkin. Untuk menemukan fraud, perusahaan perlu melakukan cara-cara dan strategi khusus dalam mengatasi fraud. Mekanisme Anti Fraud yang efektif akan membawa Perusahaan lebih siap dalam menghadapi berbagai tantangan dan dapat meminimalisir kemungkinan terburuk yang dihadapi Perusahaan.

Untuk meningkatkan pengetahuan teoritis dan kemampuan analisa dan implementasi terhadap pemberantasan fraud, maka POLIGG sebagai perkumpulan dibidang hukum, kebijakan dan governance menyelenggarakan Workshop lanjutan dengan tema:

“Corporate Strategy in Handling Fraud“


Tujuan
*******************************
Tujuan penyelenggaraan “Workshop Corporate Strategy in Handling Fraud“ adalah sebagai berikut :

1. Peserta dapat memahami dan mengidentifikasi mengenai fraud secara lengkap
2. Peserta memiliki pemahaman bagaimana strategi tepat dalam memberantas fraud di perusahaan
3. Peserta dapat memahami mempersiapkan kebijakan whistleblower yang membumi dan melindungi Perusahaan.
4. Peserta dapat memahami tentang hal-hal yang perlu dilakukan dan dipersiapkan terkait investigative audit.
5. Peserta memiliki pemahaman yang memadai dan memecahkan masalah yang terjadi terkait dengan fraud

Materi
*******************************
Untuk mencapai tujuan pelatihan di atas maka materi workshop disusun dalam beberapa materi sebagai berikut:

Modul I : Bahaya Fraud: Definisi, Macam dan Jenis
Modul ini akan mengupas tuntas segala hal yang terkait dengan fraud yang berfungsi sebagai pemahaman dan penyadaran akan sangat berbahayanya fraud dalam suatu organisasi.

Modul II: Membangun Mekanisme Anti Fraud
Modul ini akan membahas langkah-langkah antisipatif terhadap fraud yang diiringi dengan strategi khusus pencegahan fraud.

Modul III: Membangun Mekanisme Whistleblower yang Efektif
Modul ini akan berisi tentang kebijakan whistleblower, hal-hal yang harus tercantum dalam whistleblower dan bagaimana melindungi whistleblower secara efektif.

Modul IV: Investigative Audit
Modul ini akan berisi pengantar tentang investigative audit sebagai tahap lanjutan dalam menemukan fraud.

Peserta
*******************************
Workshop ini sangat tepat bagi:
“Dewan Komisaris, Direksi, Komite Audit, Internal Audit, Lawyers, Komite GCG, Auditor pada Kantor Akuntan Publik (KAP) dan masyarakat umum yang ingin mengimplementasikan GCG, memberantas fraud dan melakukan investigative audit di Perusahaan BUMN, Perbankan, Perusahaan tercatat di BEI, Perusahaan swasta besar maupun kecil, Koperasi, Dana Pensiun dan masyarakat umum lainnya”.

Waktu dan Tempat
*******************************
Workshop akan diselenggarakan selama 1 (satu) hari.
Tanggal : Kamis, 4 Desember 2008
Jam : Pkl. 08.30 – 16.30
Tempat : Menara KADIN Indonesia Lantai 29
Jl. HR Rasuna Said Kav 2-3, Kuningan Jakarta

Informasi & Pendaftaran
*******************************
POLIGG
Kav. PTB DKI Blok A9/23 Pondok Kelapa Jakarta 13450
Phone: 021 – 93186621 / 0812.812.5897, Contact Person: Fajri
Pembayaran : Bank Mandiri 121-000-4507137 a.n Noviyanti Absyari
Layanan Informasi: Tlp. 021-93186621 / 021-91261642 Fax: 021-8299779
Kunjungi kami di: www.poligg.blogspot.com


Metode Workshop
*******************************
Metode berikut akan dipergunakan dalam pelaksanaan workshop ini:
1. Presentasi
2. Diskusi Interaktif
3. Studi Kasus

Investasi
*******************************
Biaya Workshop ini adalah Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) /peserta. Meliputi Module, Training Kit, Sertifikat, Buku, Lunch, dan 2 kali Coffee Break.

Diskon 10% apabila pembayaran dilakukan 1 (satu) minggu sebelum Hari H atau peserta 3 orang).
Diskon 15% apabila peserta 4 orang
Diskon 20% apabila peserta 5 orang atau lebih

Cara Pembayaran
*******************************
Pembayaran dapat dilakukan melalui pemindahbukuan pada rekening sbb;
121-000-450-7137 a.n NOVIYANTI ABSYARI
Bank Mandiri – Jakarta, INDONESIA
Bukti pembayaran difax ke nomor (021) 8299779 atau diemail ke fajriputra@yahoo.com

Instruktur
*******************************
Instruktur Workshop: Corporate Strategy in Handling Fraud diberikan oleh pakar di bidangnya yakni para Konsultan dari POLIGG yang banyak terlibat dalam proses assessment, berpengalaman dalam melakukan sosialisasi, menjadi pembicara dan fasilitator Training yaitu:

- Khairiansyah Salman (Investigative Audit Specialist – Senior Advisor POLIGG)*

Khairiansyah Salman merupakan profesional yang tidak diragukan lagi kompetensinya di bidang anti fraud dan investigative audit. Memiliki pengalaman panjang sebagai Auditor BPK, penerima Integrity Award tahun 2005 ini juga merupakan pihak yang membongkar kasus korupsi KPU dan kasus-kasus lainnya. Selain itu, Khairiansyah juga aktif menjadi konsultan bagi Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Bank Dunia, dan kegiatan lain. Saat ini Khairiansyah juga aktif memberikan pelatihan dan menyusun modul Investigative Audit secara komprehensif juga menjadi inisiator lembaga IWC (Indonesia Whistlelower Center).





- Mohamad Fajri M.P,S.H,M.Kn (Coordinator POLIGG)

Mohamad Fajri, MP, SH, M.Kn memiliki spesialisasi pada bidang Good Corporate Governance (GCG), khususnya pada aspek kepatuhan (compliance) terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan dan penanganan kasus fraud. Mohamad Fajri telah berpengalaman menangani assessment dan implementasi GCG pada lebih dari 20 Perusahaan. Sebelum bergabung dengan POLIGG, Mohamad Fajri adalah Konsultan Senior pada Firma Sofyan Djalil & Partners. Selain sebagai konsultan, Mohamad Fajri juga menjadi narasumber pada berbagai workshop dan aktif menulis tentang implementasi GCG dengan segala aspeknya pada beberapa media massa. Saat ini sedang mempersiapkan buku tentang implementasi GCG bersama dengan Wilson Arafat.

- Wilson Arafat , SE, MM (Konsultan Senior)

Wilson Arafat, SE,MM adalah pakar implementasi GCG yang memiliki spesialisasi pada implementasi GCG, management fraud audit dan corporate culture. Telah memenangkan berbagai penghargaan karya tulis tentang GCG antara lain dari FE UGM, Bank Indonesia, BNI, BPKP dan berbagai institusi lain. Hasil karyanya tentang GCG telah mewarnai berbagai media massa sejak tahun 1999 dan saat ini telah menghasilkan sejumlah buku di bidang implementasi GCG antara lain Buku How To Implement GCG Effectively yang saat ini telah menjadi best seller. Berbekal pengalaman panjang di bidang compliance pada sebuah Bank BUMN, Wilson Arafat sangat memahami tentang praktik fraud yang umum terjadi. Selain itu, aktivitas Wilson Arafat lainnya adalah menjadi pembicara tentang GCG dan Anti Fraud di sejumlah perusahaan.

Welcome to POLIGG blogspot


Selamat Datang di Blog kami, POLIGG (Policy, Law Institute for Good Governance).


Blog kami merupakan ungkapan pemikiran, sumbangsih saran kami, para profesional muda yang memiliki kepeduliandi bidang hukum, kebijakan dan governance.
Sumber daya kami merupakan orang-orang dengan kualitas dan kompetensi di bidang masing-masing, yang apabila digabungkan menjadi kekuatan utama penopang POLIGG. POLIGG berkeinginan menjadi one stop service di bidang hukum, kebijakan dan governance.

Layanan kami:
1. Pelatihan hukum sumberdaya alam
2. Pelatihan hukum perusahaan
3. Pelatihan hukum pertambangan
4. Pelatihan good governance
5. Pelatihan kebijakan publik
6. Pelatihan good corporate governance (GCG)
7. Pelatihan anti fraud dan investigative audit

Kami yakin, POLIGG akan membawa manfaat dan sumbangsih POLIGG akan membawa perbaikan dan kemajuan bagi Indonesia.